AISYA HUMAIRA

AISYA HUMAIRA, WANITA SURGA PILIHAN ALLAH


Aisya binti Abu Bakr bin Abu Quhafah dilahirkan dalam keluarga Bani Taym dari suku Quraish Makkah. Saat Nabi Muhammad Saw. Mengumumkan kenabiannya pada tahun 610, Abu Bakar dan istrinya, Ummu Ruman adalah orang-orang pertama yang memeluk Islam sehingga Aisya dibesarkan dalam keuarga Muslim.
Saat masih remaja, Aisya dikenal karena kemampuan luar biasanya dalam mempelajari puisi dan ilmu silsilah yang menceritakan nenek moyangnya. Aisya juga sangat cerdas. Suatu ketika Rasulullah melewati rumah Abu Bakr dan melihat Aisya sedang bermain dengan boneka-boneka dan kuda bersayap miliknya. Ketika Rasulullah bertanya sedang bermain apa, dia menjawab sedang bermain dengan kuda bersayap kesukaannya. Kala Rasulullah mengatakan bahwa kuda tidak memiliki sayap, Aisya menjawab kuda milik Nabi Sulaiman memiliki sayap. Cara berpikirnya yang begitu cepat, kecerdasannya yang tajam, dan kecepatannya menjawab, membuat Rasulullah tersenyum ceria.
Jika pendapat umum mengatakan bahwa semua pernikahan diciptakan di surga itu benar maka tidak ada yang dapat menyalahkan Aisya untuk merasa bangga karena pernikahannya secara harfiah ditetapkan oleh Allah.
Dari Aisya berkata : “Rasulullah berkata kepdaku : ‘Saya diperlihatkanmu dalam mimpi sebelum aku menikah denganmu sebanyak dua kali, (dalam lafadz lain tiga kali). Ada seorang malaikat yang datang kepadaku dengan membawamu dalam sehelai kain sutra, lalu dia berkata: ini adalah istrimu. Lalu saya membuka wajahnya dan ternyata dia itu adalah engkau.’ Lalu saya berkata: ‘Kalau ini memang dari Allah, pasti akan terlaksana.’”  (H.R. Bukhari Muslim).
Saat itu Rasulullah menikah dengan Aisya yang berumur enam tahun dan waktu itu berada di kota Makkah. Nantinya, dia menyatakan bahwa mahar pernikahannya bernilai sekitar 500 dirham. Pernikahannya dengan Rasulullah memberikan dampak sosial-budaya mendalam pada masyarakat Makkah pada waktu itu. Peristiwa itu secara langsung menghapus sejumlah adat kebiasaan dan pantangan dalam masyarakat Arab.
Setelah menikah, Aisya menjadi istri termuda Rasulullah; dia juga yang paling bijaksana dan jauh lebih unggul secara intelektual dibandingkan istri-istri Rasulullah lainnya. Dia satu-satunya istri Rasulullah yang perawan. Sebagai pribadi yang melek huruf, serta mempelajari sejarah Arab dan ilmu silsilah dari ayahnya, Aisya menjadi seorang pakar yang sangat dihormati dalam subjek-subjek tersebut. Singkatnya, dialah permata dalam mahkota Rasulullah. 
Meskipun Rasulullah selalu memperlakukan istri-istrinya secara adil dan merata, beliau tidak dapat menyembunyikan kasih sayangnya terhadap Aisya dikarenakan perasaan alamiahnya. Beliau berkata bahwa Allah telah menanamkan cinta dan kasih sayang ke dalam diri semua manusia dan kita semua merasakan perasaan-perasaan tersebut tanpa kita sadari.
Aisya sendiri pernah berkata: “Aku telah diberi sembilan perkara yang tidak diberikan kepada siapa pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan gambarku tatkala Rasulullah diperintah untuk menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis, dan tidaklah beliau menikahiku seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, al-Qur’an turun sedang aku dan beliau dalam satu selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat dekatya, pembelaan kesucianku turun dari atas langit, aku dilahirkan dari dua orangtua yang baik, aku dijanjikan dengan ampunan dan rizqi yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan Mahajjah (2/398))
Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?”Beliau menjawab, “Aisya.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” (H.R. Bukhari (3662) dan Muslim (2384)).
Ketika berusia sekitar tiga belas tahun, Aisya pindah untuk tinggal bersama Rasulullah di sebuah rumah kecil yang menempel dengan Masjid Nabawi di Madinah. Namun menurut sumber lain, dia menikah dengan Rasulullah ketika berusia enam belas tahun dan tinggal bersama beliau pada usia sembilan belas tahun.
Kediaman Rasulullah jauh dari kesan mewah. Rasulullah menjalani kehidupan yang sangat sederhana, bersih, dan kaya secara spiritual tanpa kemewahan, kekayaan, atau kemegahan. Atap rumah kecilnya sering bocor karena air hujan, dindingnya terbuat dari tanah liat, dan rumahnya hanya memiliki satu pintu yang lebih sering terbuka dengan selimut tergantung sebagai tirai.
Harta beliau hanyalah selembar tikar jerami, sebuah kasur tipis, sebuah bantal yang terbuat dari kulit pohon dan daun kering, wadah air dari kulit, satu piring kecil, serta satu cangkir untuk air minum. Inilah “kemewahan” yang ditemukan Aisya ketika dia pindah ke kediaman Rasulullah. Aisya memahami ini lebih baik daripada siapa pun, dan dia sangat senang hidup di kediaman Rasulullah yang sederhana, tetapi bersih.
Aisya tidak hanya pintar dan berbakat, tetapi juga sangat berhati lembut dan sering menangis haru. Kecerdasannya yang luar biasa dan ingatannya yang kuat memungkinkannya untuk mempelajari ajaran-ajaran islam dengan mudah, dia menjadi salah satu gudang pengetahuan dan kebijaksanaan Islam paling terkenal, terutama yang berkaitan dengan kehidupan dan ajaran-ajaran Rasulullah.
Kontribusi Aisya terhadap pengembangan hukum islam (fiqih), ilmu-ilmu Al-Qur’an (tafsir), dan penjelasan tentang tradisi Rasulullah (hadis), terutama yang berkaitan dengan kehidupan pribadi beliau benar-benar unik dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Aisya merupakan seorang praktisi dedukasi analogis (qiyas) yang tak tertandingi dalam masalah hukum islam. Penguasaanya tentang sumber dan pemikiran Islam sangat mengesankan sampai-sampai sahabat Rasulullah menganggapnya sebagai ahli tafsir Al-Qur’an, hadis, dan fiqih terkemuka. Seperti kata salah seorang sahabat Rasulullah yang juga ahli hukum terkemuka, Abu Musa Al-Asy’ari, Kami para sahabat (Rasulullah) tidak pernah diberikan masalah yang tidak diberikan solusi yang memuaskan oleh Aisya.” (H.R. Tirmidzi).
Aisya mengajar dan membimbing banyak tokoh Islam, termasuk Urwa bin Zubair, Masruq, dan Amrah binti Abdul Rahman. Lebih dari itu, Aisya seorang istri yang sempurna bagi suaminya, dan menjadi pendukung terbesarnya. Setelah wafatnya Rasulullah dia meneruskan perjuangan risalah suaminya yang telah didakwahkan, sehingga dia memberikan kontribusi amat besar bagi perkembangan pemikiran dan budaya Islam demi generasi berikutnya. Aisya benar-benar wanita yang luar biasa dan berdaya imtelektualitas yang sangat berpengaruh, sehingga nama dan reputasinya akan terus bergema sepanjang masa.
Aisya meninggal pada usia enam puluh tujuh tahun. Dia dimakamkan di Madinah setelah Abu Hurairah yang menjabat sebagai gubernur kota pada waktu itu melakukan do’a pemakamannya.   



Comments

Popular Posts